INILAMPUNGCOM --- Kamis (22/5/2025) siang beredar kabar di kalangan pejabat, tokoh masyarakat, dan berbagai kalangan di wilayah Kabupaten Tulang Bawang jika ada tim aparat penegak hukum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang “masuk” ke area kawasan PT Sugar Group Company (SGC).
“Iya, dari tadi kabar adanya tim KPK masuk ke SGC itu. Ada yang coba cari info pastinya ke Polres Tuba, tapi nggak ada yang berani mastiin,” kata sebuah sumber di lingkungan Pemkab Tulang Bawang.
Kalangan jurnalis setempat pun mengakui mendengar kabar tersebut. Hanya saja, mereka juga masih mencari kepastiannya. Sementara, konfirmasi ke juru bicara KPK, belum mendapatkan jawaban.
Seperti diketahui, belakangan PT SGC menjadi perhatian publik seiring “nyanyian” Zarof Ricar –pensiunan pejabat Mahkamah Agung (MA)- saat menjadi saksi mahkota di Pengadilan Tipikor Jakarta, pekan kemarin.
Zarof Ricar mengaku pernah menerima Rp 50 miliar dan Rp 20 miliar dari SGC melalui salah salah seorang pemiliknya bernama Ny Lee. Urusannya? Sengketa perdata dengan Marubeni Corporation. SGC tidak mau membayar utang Marubeni sebesar Rp 7 triliun.
Skandal SGC ini menuai perhatian dari Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi dan 28 April lalu melaporkannya ke Jamwas Kejagung. Tidak hanya itu. Ronald Loblobly, Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, pekan kemarin melaporkan SGC ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, di depan Komisi III DPR RI beberapa hari lalu mengaku pihaknya telah memeriksa 2 bos PT SGC: Purwanti Lee pada 23 April dan Gunawan Yusuf di 24 April 2025 silam.
Jurus Ngemplang Utang
Kasusnya sendiri, menurut temuan Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, bermula ketika Gunawan Yusuf Dkk melalui PT Garuda Panca Artha (GPA) pada 24 Agustus 2001 menjadi pemenang lelang PT Sugar Group Company (SGC) —aset milik Salim Group— yang diselenggarakan BPPN dengan kondisi apa adanya (as is), senilai Rp 1,161 triliun.
Ketika akan dilelang, semua peserta lelang termasuk GPA Dkk telah diberitahu segala kondisi dari SGC tentang aktiva, pasiva, utang, dan piutangnya. SGC yang bergerak dalam bidang produksi gula dan etanol ternyata memiliki total utang Rp 7 triliun kepada Marubeni Corporation (MC), yang secara hukum menjadi tanggung jawab Gunawan Yusuf Dkk selaku pemegang saham baru SGC.
Namun, Gunawan Yusuf menolak membayar, dengan dalih utang SGC kepada MC Rp 7 triliun itu hasil rekayasa bersama antara Salim Group (SG) dengan MC.
Guna mensiasati agar dapat ngemplang utang Rp 7 triliun dibangun dalil yang diduga palsu, yang pada pokoknya menyatakan utang itu hasil rekayasa bersama antara SG dengan MC, sebagaimana dituangkan dalam surat gugatan Gunawan Yusuf Dkk melalui PT SI, PT IP, PT GPM, PT IDE, dan PT GPA menggugat MC Dkk melalui PN Kotabumi dan PN Gunung Sugih, teregister dalam perkara No: 12/Pdt.G/2006/PN/GS dan No: 04/Pdt.G/2006/PN.KB.
Diujung perkara, Gunawan Yusuf Dkk kalah telak, sebagaimana putusan kasasi No: 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No: 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht).
Dalam pertimbangannya majelis hakim menegaskan, tuduhan bahwa utang itu hasil rekayasa bersama antara SGC dengan Marubeni Corporation tidak mengadung unsur kebenaran. Terbukti pinjaman kredit luar negeri itu sudah dilaporkan ke BI dan terlihat dalam Laporan Keuangan dari tahun 1993 (SIL) dan tahun 1996 (ILP) sampai dengan tahun 2001.
Adanya rekayasa ini –uniknya- justru dibantah sendiri oleh Gunawan Yusuf melalui kuasa hukumnya berdasarkan bukti surat tertanggal 21 Februari 2003, yang pada pokoknya menyatakan ingin menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dan bersedia melakukan pembahasan sehubungan dengan rencana pemangkasan sebagian hutang (haircut).
Ketidakbenaran tuduhan rekayasa diperkuat dengan bukti surat tertanggal 12 Maret 2003, yang pada pokoknya Gunawan Yusuf menawarkan untuk menyelesaikan kewajibannya dengan menerbitkan promissory note senilai USD 19 juta. Berdasarkan 2 putusan kasasi tersebut, pada pokoknya SGC diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada MC, bernilai Rp 7 triliun.
Tetapi, Gunawan Yusuf tetap tidak menyerah. Terhadap putusan kasasi No: 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No: 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, ia memang tidak melakukan upaya hukum peninjauan kembali. Namun lebih memilih mendaftarkan 4 gugatan baru secara sekaligus —memanfaatkan azas ius curia novit– sebagaimana ditegaskan Pasal 10 UU No: 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.
Dalam 4 gugatan baru tersebut, materi pokok perkara sejatinya sama dengan putusan kasasi No: 2447 K/Pdt/2009 dan No: 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht). SGC sebagai penggugat hanya mengubah materi gugatan yang bersifat aksesoris sebagaimana perkara-perkara SGC melawan MC.
Menurut Ronald, total nilai uang suap SGC minimal sebesar Rp 200 miliar, sebagaimana bukti catatan tertulis yang ditemukan penyidik saat menggeledah kediaman Zarof Ricar, antara lain “Titipan Lisa“, “Untuk Ronal Tannur: 1466/Pid.2024”, “ Pak Kuatkan PN”, dan “Pelunasan Perkara Sugar Group Rp 200 milyar”.
Kasus Gunawan Yusuf
Gunawan Yusuf pemegang saham SGC, pernah tercatat orang terkaya ke-44 di Indonesia versy Majalah Globe Asia, lahir di Jakarta tanggal 6 Juni 1954, pernah menjadi terlapor dalam kasus penipuan dan TPPU di Bareskrim Polri pada 20 April 2004, atas nama pelapor Toh Keng Siong yang melakukan penempatan dana ke PT Makindo milik Gunawan Yusuf sebesar UUD 126 juta tahun 1999.
Penanganannya dilakukan oleh Dittipideksus Bareskrim Polri hingga tahun 2018 lalu berujung SP3. Polisi tidak melanjutkan penyidikan kendati Toh Keng Siong memenangkan gugatan pra pradilan sebagaimana putusan Pra Pradilan No: 33/Pid.Prap/2012/PN/JKT.SEL tanggal 19 Oktober 2012. Gunawan Yusuf selaku pemilik PT Makindo Tbk pernah pula tersangkut dalam kasus pajak senilai Rp 494 miliar. (kgm-1/inilampung)