-->
Cari Berita

Breaking News

Nasib Tambud Sumbar, Engku Sintal: Negara Hanya Berpikir Untung

Dibaca : 0
 
Kamis, 14 September 2023


INILAMPUNG -- Panggung Ekspresi Forum Perjuangan Seniman (FPS) Sumatera Barat, Rabu  (13/9/2023) malam.

Acara yang dihelat di area parkir Taman Budaya Padang dimeriahkan oleh grup KPJ Sakato feat Yogie Astra KDI yang melantunkan lagu-lagu hit saat ini. 

Panggung para seniman dan budayawan Sumbar itu, diawali dengan lagu “Rumah Kita” Iwan Fals sebagai pembuka yang memancing adrenalin .

Panggung ekspresi Rabu malam itu  adalah yang kesembilan sebagai ekspresi ketidaksukaan, penolakan atas perubahan fungsi Zone C Gedung Kebudayaan Sumbar (GKSB) jadi hotel berbintang.
Sementara Zone B terbiarkan, mangkrak karena pemborongnya berulah.

Yudilfan Habib Dt. Monti (Engku Sintal) budayawan asal Payakumbuh dalam orasi budayany mengatakan pemerintah yang seharusnya sebagai pengemban.

“Kini berubah jadi pengembang. Gedung-gedung pertunjukan yang dianggap memenuhi kriteria pemajuan kebudayaan bisa mencari laba besar dengan modal bunga hutang negara yang ditanam di taman kebudayaan, dikelola oleh perusahaan daerah atau melakukan kolusi dengan pihak lain, negara donor,” katanya.

Taman Budaya Sumbar jadi taman bisnis kebudayaan provinsi di atas ‘kuburan’ cita-cita penggagasnya, katanya tegas 

Orasi yang disebutnya tanpa judul tersebut, diawali dengan “Taman Kekuasaan Kebudayaan”. 

Maksudnya, ia menjelaskan, pemerintah menjalankan kebijakan dengan pemikiran bagaimana bisa mendatangkan keuntungan, profit.

Semua bentuk kebudayaan, musik dan lagu dimodifikasi, campur sari.
“Artinya asimilasi kebudayaan semua lini dicampuradukkan, sehingga jadi nominalisasi, laba,” kata Dt. Monti yang baru-baru ini menerbitkan buku “Lakon Tole”.

Pada bagian lain, Koordinator FPS Sumbar, Yeyen Kiram mengatakan adalah sebuah keniscayaan ada kota yang tidak punya ruang publik khusus untuk kesenian, tempat warganya berkreatifitas, berkarya.
Ibarat ruang tanpa sekat, dinding yang mencirikan kekhususannya. Maksudnya, Taman Budaya.

“Artinya asimilasi kebudayaan semua lini dicampur adukkan, sehingga jadi nominalisasi, laba,” kata Dt. Monti yang baru-baru ini menerbitkan buku “Lakon Tole”.

Pada bagian lain, Koordinator FPS Sumbar, Yeyen Kiram mengatakan adalah sebuah keniscayaan ada kota yang tidak punya ruang publik khusus untuk kesenian, tempat warganya berkreatifitas, berkarya.
Ibarat ruang tanpa sekat, dinding yang mencirikan kekhususannya. Maksudnya, Taman Budaya.

Selain menampilkan beberapa nomor tari oleh Bumi Sakato Line, Sanggar Tari Anak Indonesia, juga penampilan pantomime oleh Tommy Junaedhi dan pembacaan puisi oleh deklamator, aktor Zamzami Ismail. (rls/bdy/inilampung)

LIPSUS