 |
| Purmama Tiyuh-Tiyuh (ist/inilampung) |
INILAMPUNG.COM, TUBABA -- Irul Hartoko dari Sanggar Pakem yang juga ketua pelaksana pergelaran "Purnama Tiyuh-Tiyuh" menduga Dinas Kominfo Tulang Bawang Barat (Tubaba) menyebarkan infotmasi palsu.
Berikut pernyataan Irul Hartoko yang diterima inilampung.com, Minggu (3/4/2022) sore ini.
Beberapa waktu lalu Kolektif Seni Tubaba
(Gabungan Seniman Tubaba lintas disiplin & teritori) telah menggelar
“Purnama Tiyuh-tiyuh,” sebuah gelaran kebudayaan yang bertujuan melatih warga
Tubaba menciptakan ekosistem kebudayaan yang berkelanjutannya. Setelah acara,
di platform online, kami menemukan
beberapa berita yang kami duga menyebarkan informasi palsu. Ditulis secara
serampangan, mengabaikan kaidah bahasa, lemah pengamatan, miskin verifikasi,
didorong oleh motif tertentu yang ironisnya malah menyembunyikan substansi
kegiatan atau fakta, gelaran budaya yang sedianya diinisiasi seniman atau
masyarakat (bottom-up) yang menurut pemberitaan masih terkesan diinisiasi atau
diselenggarakan oleh pemerintah atau dinas tertentu (top-down).
Informasi palsu sebagaimana yang dimaksud
pada mulanya kami temukan pada postingan
instagram kominfo_tubaba. Captionnya memperlihatkan informasi yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tentu ini memalukan! Sebuah akun media sosial
resmi lembaga pemerintahan memuat sebuah informasi yang ngawur. Meskipun sebuah
caption instagram bukanlah karya
jurnalistik, tapi jelas dalam setiap postingan caption kominfo_tubaba bertendensi menjadi sebuah berita singkat (straight news).
Informasi ngawur yang dimaksud adalah postingan bertanggal 29 Maret 2022 dengan tagline: “Bupati: Festival Seni dan
Budaya Menjadi Salah Satu Jalan Terbentuknya Karakter Masyarakat yang Layak
Tubaba”. Tak ada yang salah dengan tagline
tersebut, namun bila kita telisik lebih jeli akan terlihat banyak kengawurannya.
Pada paragrap pertama saja telah salah
menyebut konteks acara “Pagelaran Kesenian Budaya Tiyuh/Desa se-Kabupaten
Tulang Bawang Barat atau yang disebut Purnama Tiyuh-tiyuh” kemudian tidak
lengkap menyebut venue acara tertulis
“Di Sesat Agung Komplek Islamik Center Kabupaten Setempat” (ejaan sesuai
aslinya). Sedangkan nama resmi venue
acara “Sessat Agung Bumi Gayo Ragem Sai Mangi Wawai”, penyebutan nama lengkap
tersebut penting sebagai informasi kepada khalayak umum, sekaligus penghormatan
terhadap Federasi Marga Empat Tubaba, lembaga adat yang telah memberikan nama tersebut melalui
sebuah rapat adat (Peppung adat).
Nama tersebut dibuat untuk digaungkan, bukan untuk disembunyikan.
Tanpa menyebut penyelenggara acara, wajar
jika postingan tersebut tidak paham konteks acara. Padahal acara ini bukanlah
semata pagelaran kesenian budaya desa se-kabupaten Tubaba (seperti yang
tertulis), lebih dari itu kegiatan ini merupakan proses menciptakan atmosfir
kebudayaan yang lebih komprehensif dan substansial. Panitia telah mengirim
rilis resmi sebelum acara, dan telah pula disebar sebagai berita pada banyak
media online. Oleh sebab itu,
kebodohan terhadap konteks acara sebagaimana yang dimaksud, kami percaya
berasal dari kemalasan pihak terkait untuk membaca dan atau mengumpulkan
informasi.
Setelah ditelusuri pada laman google, caption Instagram kominfo-tubaba bukanlah yang pertama mengunggah
berita tersebut, media online nenemonews
adalah yang pertama kali mengunggah berita dengan judul “Bupati Umar buka
Pagelaran Purnama Tiyuh-tiyuh” (isinya plus kesalahan-kesalahan kaidah bahasa
nyaris sama!).
Instagram kominfo_tubaba baru mengunggah berita tersebut pada
tanggal 29 Maret. Pertanyaannya adalah apakah Instagram kominfo_tubaba
mencaplok begitu saja berita yang kualitas jurnalistiknya begitu buruk dari nenemonwes?
Kemudian berturut-turut Warta 9 mengunggah
berita pada tanggal 29 Maret, Lampung Visual pada tanggal 29 Maret, Harian
Lentera pada tanggal 29 Maret, dan terbaru Rumah Berita tanggal 30 Maret.
Isinya persis sama, yang berbeda hanya judulnya saja.
Judul yang digunakan oleh
Warta 9 “ Festival Purnama Tiyuh-tiyuh di Tubaba Dibuka” (ejaan asli) adalah
judul yang keliru, tidak bertanggung jawab dan ngawur. Tidak ada Festival
bermana Festival Purnama Tiyuh-tiyuh. Omong kosong. Selain itu kolektif Seni
Tubaba tidak sembarangan menyebut sebuah acara sebagai “Festival,” kami
memiliki standar tersendiri untuk sebuah kegiatan layak disebut Festival.
Merujuk pada festival-festival yang telah kami gelar (Sebagian bertaraf
internasional!) proses festival memiliki cara kerja tersendiri. Sementara
“Purnama Tiyuhtiyuh” kami gunakan sebagai ruang latihan untuk membuat event
kesenian yang lebih bergengsi, seperti festival yang biasa kami gelar.
Dalam kaitannya penulis berita ditemukan
keterangan berbeda-beda; pencantuman penulis berita pada Warta 9 tertulis
penulis berita Junanda, pada Lenteranews tertulis Sudirman. Pada Nenemo News,
Lampung Visual dan Rumah Berita terdapat keterangan di awal atau di akhir
berita sebagai adv atau advertorial/iklan.
Tumbuh lagi satu pertanyaan, apakah
Kominfo Tubaba menggunakan uang negara hanya untuk membuat berita dengan
kualitas buruk dan menyesatkan?
Dari sekian banyak kesalahan, seperti
tanda baca, struktur kalimat dan lain-lain, yang paling parah adalah kutipan
pidato Bupati Tubaba. Kami pastikan kutipan terhadap pidato Bupati Tubaba bukan
hanya tidak akurat, bukan pula diplintir beberapa kata tapi diganti dengan
kalimat yang berbeda. Yang kami maksud dengan kalimat yang diganti adalah
seperti berikut.
Pada berita tertulis “ Kita sebenarnya sudah memfasilitasi
tempat dan orang-orang yang bekerja untuk acara itu, namun ditahun ini memang
masih dalam pandemik, Anggaran dan Pendapatan Belanda Daerah (APBD) Kabupaten
juga sangat minim sehingga dengan hadirnya kolaboratir itu juga sangat membantu
proses penyelenggaraan kegiatan ini, ungkapnya” (ejaan sesuai aslinya).
Faktanya kalimat ini tidak ada di dalam pidato Bupati, untuk memastikan
silahkan menonton akun youtube TVRI Lampung Official. Pidato Bupati dimulai pada menit ke 37:29 hingga 43:51,
pidato berdurasi 6 menit 22 detik tersebut telah diplintir dengan hanya
mengutip beberapa kalimat dan menghilangkan kalimat lain, yang sesungguhnya
lebih faktual.
Ekspresi kekecewaan Bupati pada seorang kepala dinas terungkap
dalam pidatonya “Tetapi memang saya kaget, sebagai Bupati Tubaba, ada program
kebudayaan yang hilang, diputus, sayang saya hanya tinggal dua bulan, kalau
tidak pasti ada yang berangkat. Hanya menukar sebuah anggaran dengan
kepercayaan kita untuk masa depan, kita tidak pernah ada anggaran besar untuk
melaksanakan pagelaran ini,” (dikutip secara verbatim).
Tugas Diskominfo di sebuah kabupaten
adalah membantu seorang Bupati melaksanakan urusan pemerintahan dalam bidang
komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik yang menjadi kewenangan
daerah. Mungkinkah unggahan Instagram Kominfo Tubaba berniat dengan caranya
sendiri mendinginkan suasana setelah pidato perwakilan kolektif Seni Tubaba
secara terbuka mengecam hilangnya satu program kebudayaan, meskipun itu sudah
dianggarkan?
Pidato Bupati kemudian menegaskan hal yang sama. Tapi apakah harus
dengan cara memelintir pidato Bupati sedemikian rupa dan cara-cara kerja jurnalistik yang sangat buruk?
Menghilangkan bagian tertentu pidato Bupati
dan menambah kalimat lain yang secara
faktual tidak bisa dibuktikan sama sekali tidak bisa dibenarkan. Tindakan itu
sama sekali tidak membantu mendinginkan situasi, tidak pula menambah seorang
integritas Bupati secara pribadi maupun sebagai kepala daerah.
Ada tendensi menghadirkan kalimat tersebut
justru untuk menyembunyikan fakta bahwa seorang kepala dinas yang membidangi
kebudayaan, dalam hal ini Kadisporapar tidak bisa menjalankan
kewajibannya.
Tubaba telah memiliki dokumen Pokok-pokok
Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang bisa diakses oleh siapa pun di laman
Kemendibud. PPKD dan program-program implementatifnya merupakan penerjemahan
dari Undang-undang Pemajuan Kebudayaan yang telah disahkan oleh Presiden
Republik Indonesia, Joko Widodo, pada bulan Mei 2017. Sementara Kementerian
Dalam Negeri melalui radiogram Nomor 005/1094/ Bangda tanggal 15 Februari 2022
hal tindak lanjut PPKD dan Surat Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Riset
dan Teknologi RI Nomor 0525/F1/KB.00.00/2022 tanggal 24 Januari 2022 menyatakan
bahwa PPKD digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) harus
ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Dengan melihat substansi dari UU pemajuan
kebudayaan, PPKD dan radiogram Kemendagri jelas bisa dipahami bahwa program
kebudyaan sifatnya wajib dilaksankan. Meskipun di dalam sebuah kabupaten
terjadi penggantian kepala daerah.
Fakta bahwa Kadispora Tubaba menghapus
program kebudayaan strategis (Tubaba Art Festival 2022) adalah sebuah
kesalahan. Dalam konteks itulah relevansi pidato Bupati bisa ditelusuri. Tapi
sayangnya sejumlah pemberitaan bukan malah menelusuri pernyataan dalam pidato
Bupati tersebut, malah menghilangkan substansi
dan menggantinya dengan informasi palsu.
Tindakan demikian berarti telah
mengaburkan fakta kesalahan seorang dinas terkait dan kesalahan itu dibebankan
pada Bupati. Bupati telah dijadikan tameng bagi kekeliruan birokratis yang sama
sekali tidak dilakukannya. Setelah acara “Purnama Tiyuh-tiyuh” Disporapar Tubaba berupaya menjalin
komunikasi dengan para seniman dan budayawan untuk membicarakan penggantian
kegiatan atau melanjutkan festival. Sayangnya Dinas Kominfo malas mencari
informasi terkini dari persoalan tersebut. Pihak kolektif seni yang mencoba
menghubungi kepala Dinas Kominfo Eri Budi Santoso, S.H., M.H. terkesan
disepelekan.
Ironis jika mempertimbangkan seorang
kepala Dinas Kominfo bergelar Sarjana Hukum tapi seperti abai terhadap
rambu-rambu hukum, dalam hal ini sejumlah pasal dalam Undang undang pers dan
kode etik jurnalistik. Kami sebagai panitia penyelenggara Purnama Tiyuh-tiyuh
menyayangkan dengan tersebarnya berita yang tidak sesuai fakta tersebut.
Padahal sebagai subjek kegiatan kami terbuka bekerjasama untuk membuat atmosfir
paska acara menjadi lebih kondusif dan produktif. Pada akhirnya kami
menggunakan hak kami baik sebagai penyelenggara acara maupun sebagai warga
negara Indonesia, bahwa artikel ini
merupakan sebuah hak jawab dan harus dimuat dalam Instagram kominfo_tubaba (atau
media pengganti yang sepadan) dan seluruh jaringan medianya, dengan batas
maksimal 2x24 Jam dari artikel ini disampaikan. Kami juga menuntut pihak-pihak
terkait untuk meminta maaf secara terbuka.
Kolektif Seni Tubaba
adalah:
1.
Sanggar Pakem
2.
Sekolah Seni Tubaba
3.
Garis Budaya
4.
Tiyuh-tiyuh
5.
Teater Klatak
6.
Komunitas Film Tubaba
7.
Mata Lensa
8.
Komunitas Literasi Tubaba
9.
Sanggar Tumang Rajou
10.
Circus Art Show
11.
Sekhar Bhumi
12.
Dalam Studio Tubaba
13.
Rahmat Coffee